ANIES AKAN BISA MENGUATKAN SELURUH SILA DARI PANCASILA

▪ Tanggapan atas Pidato Politik Anies Baswedan, 7 Mei 2023

Oleh A. Zaini Bisri
(Jurnalis Senior, Dosen FISIP Universitas Pancasakti Tegal)

Pidato politik bakal calon presiden Anies Rasyid Baswedan di Lapangan Tenis Indoor Senayan, Jakarta, 7 Mei 2023, menarik untuk ditanggapi. Pidato di hadapan ribuan relawan Amanat Indonesia (Anies) ini, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-54 Anies.

Sudah beberapa kali Anies menyampaikan pidato terkait gagasannya tentang masa depan Indonesia. Pidato kali ini boleh dianggap sebagai bagian dari visi-misi pencapresannya, sehingga penting untuk dicatat dan dielaborasi. Pidato ini berlangsung sekitar 30 menit.

Landasan Ideologis

Dengan judul pidato “Meluruskan Jalan, Menghadirkan Keadilan”, orang sudah bisa memahami ke mana arah gagasan Anies. Dia ingin mengevaluasi perjalanan bangsa dan memperbaharuinya dengan perubahan yang dapat menghadirkan keadilan dan kesejahteraan bagi semuanya. Anies ingin mengingatkan bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana dirumuskan oleh para founding father kita.

Seluruh poin pidato Anies sejatinya mengerucut pada penguatan landasan ideologis kehidupan berbangsa dan bernegara kita, yakni Pancasila. Bagaimana masing-masing sila dalam Pancasila diimplementasikan melalui kebijakan pemerintah. Namun, dari periode ke periode pemerintahan, masih saja kemakmuran itu dalam impian.

Sebagai ekonom, Anies menunjukkan wawasannya tentang pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang timpang itulah yang menyebabkan bangsa kita belum sejahtera. Untuk itu ia menggagas “teori” pertumbuhan yang berkualitas, yaitu pertumbuhan ekonomi yang mampu menjamin kesetaraan, kesemakmuran, dan keadilan. “Kita ingin ketimpangan-ketimpangan seperti ini dibereskan untuk semua,” katanya.

Disebutkan contoh sebuah pulau terpencil, Pulau Selaru di ujung Maluku dekat Darwin, Australia, yang belum teraliri listrik. Penduduk menggunakan diesel untuk menggelar sebuah acara. Meskipun belum tersentuh pembangunan, penduduk di sana tetap mencintai Indonesia. Mereka mengumandangkan lagu “Indonesia Raya” di awal acara.

Jarak mereka dengan ibu kota negara Jakarta, dengan Monas, sangat jauh, akan tetapi masih berada pada nol kilometer dari Ibu Pertiwi. Mereka adalah bagian dari Indonesia yang seharusnya menikmati kemakmuran.

Anies kemudian menyebutkan nama sebuah pulau terluar Jakarta, Pulau Sebira, yang lebih dekat ke daratan Sumatera. Puluhan tahun pulau ini tanpa listrik dan air bersih. Namun, dengan kebijakannya sewaktu menjadi gubernur DKI Jakarta, pulau itu sekarang sudah terfasilitasi listrik, air bersih, dan sarana pendidikan.

Implementasi Pancasila

Ujung dari narasi Anies itu sebenarnya adalah pelaksanaan sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Implementasi sila terakhir ini hanya bisa diwujudkan apabila negara juga melaksanakan sila-sila yang lainnya.

Tanpa harus mengungkap pernyataan secara verbal, pidato Anies sudah menunjukkan jiwa dan semangat dari sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Poin itu muncul saat dia menyinggung tentang kompetitornya yang memiliki sumber daya dan kekuatan yang amat besar.

Namun ia mengatakan, pihaknya bersama orang baik akan dibukakan pintu keberhasilan. “Tapi kita yakin, niat baik, bersama orang baik, tujuan baik, insya Allah, Allah bukakan pintu-pintu keberhasilan,” ucap Anies. Dia juga menyebut “kekuatan spiritual” sebagai senjata untuk melawan kekuatan material.

Keyakinan akan pertolongan Allah adalah sublimasi dari keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menggantungkan diri pada pertolongan Tuhan merupakan ekspresi dari religiusitas bangsa Indonesia. Jiwa itu terpateri dalam teks Proklamasi Kemerdekaan yang diawali dengan kalimat “Atas berkat rahmat Allah…”. Jiwa keimanan dan kebangsaan itu tidak perlu dinyatakan secara politis dan demonstratif lewat frasa “Saya Indonesia, saya Pancasila”.

Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab terungkap dalam sindiran Anies tentang kebohongan. Menurut Anies, kita tidak perlu berbohong jika gagasan, rekam jejak, dan karya kita baik. Tunjukkan saja kenyataannya.

“Bila rekam jejak kita bermasalah, rekam karya kita bermasalah, baru di situ ada kebohongan. Karena itu kalau kita saksikan kebohongan diproduksi itu adalah cerminan tidak percaya diri atas yang dimiliki,” ujarnya.

Sila ketiga Persatuan Indonesia sudah inklud dalam nama koalisi, yakni Koalisi untuk Perubahan dan Persatuan (KPP). Namun Anies masih menjelaskan historinya dengan mengungkap kilas balik perjalanan bangsa sejak Sumpah Pemuda 1928 hingga pengakuan teritori Indonesia pada 1982. Anies juga masih menegaskannya lewat kata-kata, “Kirimkan pesan-pesan yang mempersatukan…” dan “Kita tunjukkan semua bahwa kita saudara sebangsa”.

Sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan terungkap dalam pandangan Anies soal kekuasaan. Menurutnya, kekuasaan tidak akan hilang dan berpindah. Kekuasaan tetap berada di tangan rakyat. Pemerintahan hanya diberi kewenangan untuk menjalankan kekuasaan rakyat itu.

Aspirasi Universal

Dengan mengusung tema keadilan, pidato Anies bukan saja menguatkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ideologi negara, melainkan juga masuk ke dalam relung hati terdalam rakyat Indonesia. Rakyat yang telah lama menderita akibat diabaikan oleh para penguasanya. Rakyat sebuah negeri “gemah ripah loh jinawi” yang kekayaan alamnya hanya dinikmati oleh segelintir saudaranya.

Tak bisa dipungkiri, ketika harapan membuncah tinggi untuk kesejahteraan, kehidupan rakyat dalam satu dasawarsa terakhir justru makin terpuruk. Hidup makin terlilit, mencari pekerjaan makin sulit, dan hari depan makin terbelit. Ketika itulah tuntutan keadilan menjadi aspirasi universal bagi semua orang.

Sejalan dengan pengetahuan dan kesadaran rakyat, tuntutan keadilan akan terus menggema, mendesak-desak hasrat rakyat Indonesia. Kondisi darurat ini menyerupai fenomena Ratu Adil di masa lalu, ketika rakyat Nusantara yang telah habis air matanya oleh penjajahan, merindukan kehadiran seorang pemimpin yang mampu mengayomi dan menyejahterakan mereka.

Pemimpin yang dirindukan itu adalah sosok yang berhati baik, cerdas, jujur, bersih, tegas, berani, dan berpihak kepada rakyat sendiri. Penjegalan dan penolakan terhadap sosok seperti ini, apalagi disertai dengan politik devide et impera, mengingatkan kita pada metode kolonial untuk tetap menguasai Ibu Pertiwi.

Tegal, 7 Mei 2023.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *